Rabu, 03 Agustus 2011

Indentifikasi Senyawa Tanin pada Daun Belimbing Wuluh melalui Skrining Fitokimia dengan Menggunakan Metode KLT


TEKNIK PEMISAHAN
( Memisahkan Senyawa Tanin melalui Skrining Fitokimia dengan metode KLT )






Oleh :
ARIF RAHMANSYAH                     NIM. 10.004
DINA WAHYU SRIANA                  NIM. 10.012
                        GANDIS ASTRI AGUSTIN               NIM 10.024







Akademi Analis Farmasi dan Makanan ( AKAFARMA )
PUTRA INDONESIA MALANG
Tahun 2010/ 2011


KATA PENGANTAR


       Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, penyusun dapat menyelesaikan proposal yang berjudul Teknik Pemisahan Senyawa tanin dari daun belimbing Wuluh melalui Skrining fitokimia dengan metode KLT dapat selesai tepat pada waktunya.
      Adapun tujuan dari pembuatan proposal yang berjudul Teknik Pemisahan Senyawa tanin dari daun belimbing Wuluh melalui Skrining fitokimia dengan metode KLT adalah untuk mengikuti mata kuliah praktik teknik pemisahan di Akademi Farmasi dan Makanan di Putra Indonesia Malang.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kelancaran dalam pembuatan proposal yang berjudul Teknik Pemisahan Senyawa tanin dari daun belimbing Wuluh melalui Skrining fitokimia dengan metode KLT baik berupa materi maupun non materi.
Penulis sepenuhnya menyadarai bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga proposal ini bermanfaat.















DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI ...............................................................................................  ii
BAB I   PENDAHULUAN 
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................  1
      1.2 Rumusan Masalah .............................................................................  3
      1.3 Tujuan................................................................................................ 4
      1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................  4
      1.5 Harapan.............................................................................................. 4
BAB II  MACAM – MACAM TEKNIK PEMISAHAN
2.1  Teknik Pemisahan............................................................................. 5
2.2  Macam - macam Teknik Pemisahan.................................................. 6
BAB III TEORI DAN MEKANISME KERJA
3.1  Rencana Penyelesaian....................................................................... 17
3.2  Ekstraksi Cair- cair............................................................................ 17
3.3  Ekstraksi Padat- cair......................................................................... 18
3.4  Skrining Fitokimia............................................................................ 20
BAB IV KASUS
4.1  Daun Belimbing Wuluh..................................................................... 24
4.2                                                                                                              Senyawa Tanin            24
BAB V METODELOGI PRAKTIKUM
      5.1 Alat Praktikum................................................................................... 26
5.2  Bahan Praktikum................................................................................ 26
5.3  Prosedur Praktikum ........................................................................... 27
5.4  Diagaram alir Proses Skrining Fitokimia Metode KLT pada daun  Belimbing Wuluh           28
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Hasil..................................................................................................
6.2 Pembahasan......................................................................................

BAB VII PENUTUP
7.1 Kesimpulan.......................................................................................
7.2 saran .................................................................................................
DAFTAR RUJUKAN................................................................................. 30




























BAB I
PENDAHULUAN


1.1              Latar belakang
Proses analisa farmasi dan makanan  memerlukan suatu metode yang mampu memisahkan suatu komponen dari campurannya yang terdiri dari beberapa komponen atau yang mempunyai susunan kimia yang berkaitan dari suatu bahan ,baik dalam skala laboratorium maupun skala industri. Metode tersebut dinamakan teknik pemisahan. Dalam melakukan teknik pemisahan tersebut terlebih dahulu analis harus mengetahui sifat kimia dan sifat fisika dari senyawa yang akan dipisahkan, dengan tujuan untuk mengetahui pelarut yang sesuai dan mampu menghasilkan komponen yang diinginkan dari proses pemisahan senyawa tersebut.
Sebagian besar senyawa kimia ditemukan di alam dalam keadaan yang tidak murni. Biasanya, suatu senyawa kimia berada dalam keadaan tercampur dengan senyawa lain. Untuk beberapa keperluan seperti sintesis senyawa kimia yang memerlukan bahan baku senyawa kimia dalam keadaan murni atau proses produksi suatu senyawa kimia dengan kemurnian tinggi, proses pemisahan perlu dilakukan.
Metode pemisahan yang dipilih bergantung pada fasa komponen penyusun campuran. Suatu campuran dapat berupa campuran homogen (satu fasa) atau campuran heterogen (lebih dari satu fasa). Suatu campuran heterogen dapat mengandung dua atau lebih fasa,padat-cair, padat-gas, cair-gas, maupun campuran padat-cair-gas.
Diketahui bahwa terdapat beberapa macam campuran, baik campuran homogen maupun heterogen maka teknik pemisahannya juga tergantung dari jenis campuran tersebut. Proses pemisahan. Dapat dibedakan berdasarkan prinsip perbedaan ukuran partikel, perbedaan kelarutan, keterabsorpsian, titik didih, titik beku, dan tekanan uap. Dari perbedaan prinsip inilah yang mendasari munculnya beberapa macam metode pemisahan diantaranya cair- cair (destilasi, soxhletasi), padat cair (maserasi, perkolasi, kristalisasi), cair gas (sublimasi).Bottom of Form
Dengan tujuan untuk memaksimalkan hasil penelitian kita, dan mendapatkan hasil yang dapat dipertanggung jawabkan maka suatu senyawa hasil pemisahan harus diidentifikasi terlebih dahulu. Suatu senyawa dapat diidentifikasi menurut sifat-sifatnya. Sifat-sifat seperti warna, titik leleh, dan titik didih termasuk kedalam sifat fisisnya. Sifat fisis adalah sifat yang dapat diukur dan diteliti tanpa mengubah komposisi atau susunan dari zat tersebut. Sebagai contoh, kita dapat mengukur titik leleh dari es dengan memanaskan sebuah balok es dan mencatat pada suhu berapa es tersebut berubah menjadi air. Sifat kimia adalah sifat yang untuk mengukurnya diperlukan perubahan kimiawi yaitu dapat mengubah komposisi atau susunan dari zat tersebut. Contoh lain dari sifat kimia zat adalah dapat berkarat, dapat terbakar, dll.
Indentifikasi dapat dilakukan dengan memacu dari Standart Nasional maupun literature hasil penelitian. Misalnya Untuk membuat Esens Etil Asetat, dalam identifikasinya kita harus mendapatkan hasil Esens Etil Asetat dengan massa jenis sesuai standart nasional yaitu 0.897 gr/ml ( Farmakope Indonesia ). Sedangkan bila kita memacu literatur dari seorang peneliti, misalnya kita akan membuktikan bahwa dalam ekstrak daun Belimbing Wuluh terdapat senyawa tanin. Untuk mengidentifikasi senyawa tersebut yaitu melalui Skrining Fitokimia metode KLT, dari hasil peneliti seorang peneliti bila sudah mencapai harga Rf sebesar 0,61 dengan warna lembayung membuktikan bahwa terdapat senyawa tanin. Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk mengidentifikasi suatu senyawa kita harus mengetahui atau memegang acuan yang diakui memang benar adanya dan sudah terstandarisasi.
Teknik pemisahan dapat dapat diaplikasikan pada proses skrining fitokimia. Salah satu contoh dari skrining fitokimia adalah identifikasi senyawa tertentu pada suatu tanaman. Misalnya saja, pada kenyataan yang terjadi saat ini sebagian besar masyarakat mengkonsumsi suatu tanaman obat untuk mengobati satu penyakit. Mereka tidak mengetahui bahwa kandungan pada satu tanaman obat lebih dari satu khasiat. Salah satu tanaman obat yang sering digunakan oleh masyarakat, terutama masyarakat pedesaan menggunakan daun belimbing wuluh untuk mengatasi beberapa penyakit seperti sariawan, sakit gigi, jerawat, dll.Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi senyawa tanin pada tumbuhan obat dalam hal ini adalah daun belimbing wuluh.
Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional. Tanaman ini banyak dimanfaatkan mengatasi berbagai penyakit seperti batuk, diabetes, rematik,gondongan, sariawan, sakit gigi, gusi berdarah,jerawat,diare sampai tekanan darah tinggi. Ekstrak daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin, triterpenoid dan tannin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak dari daun belimbing wuluh mengandung senyawa tanin. Bahan aktif pada daun belimbing wuluh yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah tanin yaitu berkhasiat sebagai obat diare dan pengawet alami. Senyawa tanin tersebut dapat dipisahkan melaui beberapa
Maka dari itu penulis ingin mengetahui kandungan tanin yang terdapat pada daun belimbing wuluh menggunakan Teknik pemisahan melalui skrining fitokimia dengan metode Kromatografi Lapis Tipis.

1.2              Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan teknik pemisahan,fungsi, tujuan, prinsip, serta macam- macamnya ?
2.      Bagaimana aplikasi dari teknik pemisahan terkait dengan analisa farmasi dan makanan ?
3.      Bagaimana proses apilkasi teknik pemisahan yang berupa Skrining Fitokimia
1.3              Tujuan
1.         Mengetahui yang dimaksud dengan teknik pemisahan, fungsi, tujuan, prinsip, serta macam – macam metode teknnik pemisahan
2.         Mengetahui aplikasi yang diterapkan dari teknik pemisahan terkait dengan analisa farmasi dan makanan
3.         Mengetahui proses apilkasi teknik pemisahan yang berupa Skrining Fitokimia.

1.4              Manfaat Penelitian
Setelah mempelajari berbagai macam, metode, prisip dari teknik pemisahan, kita dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari- sehari. Kita dapat melakukan proses teknik pemisahan pada daun belimbing wuluh, yaitu dalam memisahkan senyawa taninnya. Dalam proses ini kita melakukan skrining fitokimia dengan metode KLT dengan menggunakan sampel daun belimbing wuluh. Dalam perlakuan skrining metode KLT ini kita melakukan dua macam teknik pemisahan, yaitu teknik pemisahan padat- cair yaitu proses maserasi dan ekstraksi cair- cair. Setelah dilakukan uji identifikasi melalui skrining fitokimia dengan metode KLT masyarakat dapat mengetahui bahwa terdapat senyawa tanin dalam daun belimbing wuluh yang berkhasiat sebagai obat diare dan pengawet alami.

1.5              Harapan
1.      Dapat mengaplikasikan prinsip teknik pemisahan pada berbagai proses analisa
2.      Dapat mengetahui senyawa aktif yang terdapat dalam bahan alam atau tanaman
3.      Dapat mengetahui kandungan senyawa tanin yang terdapat pada daun Belimbing wuluh










BAB II
MACAM – MACAM TEKNIK PEMISAHAN

2.1 Teknik Pemisahan
Dalam Kimia dan teknik kimia, proses pemisahan digunakan untuk mendapatkan dua atau lebih produk yang lebih murni dari suatu campuran senyawa kimia. Metode pemisahan adalah suatu cara yang digunakan untuk memisahkan atau memurnikan suatu senyawa atau kelompok senyawa yang mempunyai susunan kimia yang berkaitan dari suatu bahan ,baik dalam skala laboratorium maupun skala industri
Sebagian besar senyawa kimia ditemukan di alam dalam keadaan yang tidak murni. Biasanya, suatu senyawa kimia berada dalam keadaan tercampur dengan senyawa lain. Untuk beberapa keperluan seperti sintesis senyawa kimia yang memerlukan bahan baku senyawa kimia dalam keadaan murni atau proses produksi suatu senyawa kimia dengan kemurnian tinggi, proses pemisahan perlu dilakukan. Metoda pemisahan bertujuan untuk mendapatkan zat murni atau beberapa zat murni dari suatu campuran yang disebut sebagai pemurnian dan juga untuk mengetahui keberadaan zat dalam suatu sampel (analisa labolatorium )
Bahan yang dimurnikan atau dianalisis biasanya merupakan bahan yang dibutuhkan untuk kesejahteraan manusia. Bahan tersebut antara lain, bahan-bahan alam ( bijih ,mineral), tanaman dan hewan, bahan hasil industri ( deterjen dan limbah ), bahan hasil reaksi skala laboratorim.
Proses pemisahan suatu campuran dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode pemisahan yang dipilih bergantung pada fasa komponen penyusun campuran. Suatu campuran dapat berupa campuran homogen (satu fasa) atau campuran heterogen (lebih dari satu fasa). Suatu campuran heterogen dapat mengandung dua atau lebih fasa: padat-padat, padat-cair, padat-gas, cair-cair, cair-gas, gas-gas, campuran padat-cair-gas, dan sebagainya. Pada berbagai kasus, dua atau lebih proses pemisahan harus dikombinasikan untuk mendapatkan hasil pemisahan yang diinginkan.
Untuk proses pemisahan suatu campuran heterogen, terdapat empat prinsip utama proses pemisahan, yaitu: Filtrasi, Flotasi, Sentrifugasi, Sedimentasi.
1.      Filtrasi
Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan melewatkannya pada medium penyaringan, atau septum, yang di atasnya padatan akan terendapkan. Range filtrasi pada industri mulai dari penyaringan sederhana hingga pemisahan yang kompleks.
2.      Flotasi
Flotasi menurut bahasa asing berasal dari kata float yang berarti apung atau kambang. Sehingga flotasi dapat diartikan bahwa sebagai fenomena pengapungan atau pengambangan suatu zat yang ada dalam suatu zat cair maupun gas (proses pemisahan material hidrofobik dari hidrofilik
3.      Sentrifugasi
Suatu metode yang digunakan dalam pencapaian sedimentasi dimana partikel-partikel dalam suatu bahan dipisahkan dari suatu fluida oleh gaya sentrifugasi yang dikenakan pada partikel.
4.      Sedimentasi
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan.

2.2         Macam - macam Teknik Pemisahan
Ekstraksi adalah penarikan bahan aktif dari jaringan tumbuhan dengan menggunakan pelarut yang sesuai.
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif  dari simplisia nabati atau simplisia  hewani menggunakan pelarut yang sesuai,  kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang  tersisa. Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat  yang terdapat pada simplisia  terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar tinggi  dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya.
Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari  bahan mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan  kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna.
            Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas. Jenis-jenis ekstraksi tersebut sebagai berikut:
Ø  Ekstraksi Cara Panas
1.      Reflux, adalah ekstraksi pelarut pada temperature didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan dengan adanya pendingin balik. Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung. Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi dari operator.
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan carasampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
2.      Soxhletasi, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon.
Keuntungan metode ini adalah dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung, dapat digunakan pelarut yang lebih sedikit, pemanasannya dapat diatur. Tapi ekstraksi soxhlet ini memiliki kerugian juga, yaitu ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas, jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.
Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya heksan : diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah.
Prinsip soxhletasi  ini sebagai penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.





Gambar soxhletasi
3.      Digesi, adalah maserasi kinetic pada temperature lebih tinggi dari temperature kamar sekitar 40-50 C.
4.      Destilasi uap, adalah ekstraksi zat kandungan menguap dari bahan dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial zat kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinyu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fse uap campuran menjadi destilat air bersama kandungan yang memisah sempurna atau sebagian.
5.      Infuse, adalah ekstraksi pelarut air pada temperature penangas air 96-98 C selama 15-20 menit.

2.2.1   Berdasarkan Prinsip perbedaan ukuran partikel
1.Penyaringan (Filtrasi)
Filtrasi atau penyaringan adalah metoda pemisahan untuk memisahkan zat padat dari cairan dengan menggunakan alat berpori. Teknik penyaringan ini didasarkan pada perbedaan ukuran partikel. Contohnya pada saat kita menyaring santan , ampas kelapa akan tertahan pada saringan sedangkan santannya dapat melewatinya. Dalam hal ini ampas kelapa bisa disebut residu sedangkan airnya disebut fitrat. Penyaring akan menahan zat padat yang mempunyai ukuran partikel lebih besar dari pori saringan dan meneruskan pelarut .Metoda ini dimanfaatkan untuk membersihkan air dari sampah pada pengolahan air menjernihkan preparat kimia dilabolatorium, menghilangkan pirogen (kotoran) pada air suntik injeksi dan obat-obat injeksi dan membersihakan sirop dari kotoran yang da dalam gula.Penyaringan dilaboratorium dapat menggunakan kertas saring dan penyaring buchner. Penyaring buchner adalah penyaringan yang ternbuat dari bahan kaca yang kuat dilengkapi alat penghisap. 
Gambar Penyaringan dengan corong buchner
2.2.2        Berdasarkan prinsip perbedaan kelarutan
1.      Ekstraksi
a.Ekstraksi Sederhana
Dilakukan dengan merendam bahan dalam pelarut dimana zat yang didnginkan dapat melarut kemudian setelah beberapa waktu larutan dipisahkan dari ampasnya.Cara ini damanfaatkan untuk memperoleh zat-zat yang ada dalam tumbuhan.
b.Ekstraksi pelarut
Ekstraksi Pelarut digunakan untuk memisahkan 2 jenis campuran yang berbentuk cairan dan tidak saling melarutkan. Campuran ini dapat dipisahkan dengan corong pisah, misalkan air dengan minyak, jika keran dibuka maka air akan keluar
Gambar Ekstraksi



2.2.3        Berdasarkan prinsip perbedaan keterabsorpsian
1.      Kromatografi
Kromatografi adalah suatu cara pemisahan dimana komponen-komponen yang akan dipisahkan didistribusikan antara 2 fase, salah satunya yang merupakan fase stasioner (diam), dan yang lainnya berupa fasa mobil (fasa gerak). Fase gerak dialirkan menembus atau sepanjang fase stasioner. Fase diam cenderung menahan komponen campuran, sedangkan fasa gerak cenderung menghanyutkannya. Berdasarkan terikatnya suatu komponen pada fasa diam dan perbedaan kelarutannya dalam fasa gerak, komponen-komponen suatu campuran dapat dipisahkan. komponen yang kurang larut dalam fasa gerak atau yang lebih kuat terserap atau terabsorpsi pada fasa diam akan tertinggal, sedangkan komponen yang lebih larut atau kurang terserap akan bergerak lebih cepat
Contoh kromatografi yang paling sederhana adalah kromatografi kertas yang dapat dibuat dari kertas saring biasa, bahkan dari kertas tissue. Kromatografi kertas dapat digunakan untuk memisahkan campuran zat warna.
Gambar hasil Kromatografi kerta
2.2.4        Berdasarkan prinsip perbedaan titik didih
1.      Destilasi
Destilasi merupakan metoda pemisahan untuk memperoleh suatu bahan yang berwujud cair yang terkotori oleh zat atau bahan lain  yang mempunyai titik didik yang berbeda.


Gambar Destilasi Secara Umum

Destilasi di bagi dua yaitu :
a.    Destilasi sederhana
Destilasi sederhana dilakukan untuk memisahkan campuran zat cair yang mempunyai perbedaan titik didih yang jauh berbeda. Contohnya: pengolahan air tawar dan air laut.
 Gambar alat destilasi Sederhana
b.    Destilasi bertingkat (destilasi fraksinasi)
Untuk pemisahan  memisahkan dua jenis campuran  yang sama-sama mudah menguap. Destilasi bertingkat sebenarnya adalah sutu pbrose destilasi ulanguntuk memisahkan campuran zat cair yang memiliki titik didih tidak jauh berbeda.Digunakan kolom fraksinasi yang terdiri dari beberapa plat tempat terjanya proses pengembunan.Uap naik keplat yang lebih tinggi yang lebih mengandung cairan yang lebih bayak menguap sedangkan cairan yang kurang menguap masih tertinggal dalam kondesat. Contohnya pemisahan alkohol dan air.
Gambat Destilasi bertingkat
2.2.5 Berdasarkan prinsip perbedaan Titik beku
1. Kristalisasi
Kristalisasi merupakan metode pemisahan untuk memperoleh zat padat yang terlarut dalam suatu larutan. Dasar metode ini adalah kelarutan bahan dalam suatu pelarut dan perbedaan titik beku. Kristalisasi ada dua cara yaitu kristalisasi penguapan dan kristalisasi pendinginan. Contoh proses kristalisasi dalam kehidupan sehari-hari adalah pembuatan garam dapur dari air laut. Mula-mula air laut ditampung dalam suatu tambak, kemudian dengan bantuan sinar matahari dibiarkan menguap. Setelah proses penguapan, dihasilkan garam dalam bentuk kasar dan masih bercampur dengan pengotornya, sehingga untuk mendapatkan garam yang bersih diperlukan proses rekristalisasi (pengkristalan kembali). Contoh lain adalah pembuatan gula putih dari tebu. Batang tebu dihancurkan dan diperas untuk diambil sarinya, kemudian diuapkan dengan penguap hampa udara sehingga air tebu tersebut menjadi kental, lewat jenuh, dan terjadi pengkristalan gula. Kristal ini kemudian dikeringkan sehingga diperoleh gula putih atau gula pasir.

2.2.6 Berdasarkan prinsip perbedaan tekanan uap
1. Sublimasi
Sublimasi merupakan metoda pemisahan campuran dengan menguapkan zat padat tanpa melalui fase cair terlebih dahulu sehingga kotoran yang tidak menyublim akan tertinggal. Bahan-bahan yang menggunakan metoda ini adalah bahan yang mudah menyublim seperti kamfer dan iod. Proses yang dilakukan yaitu bahan dipanaskan untuk mempercepat penyublinan. Uap bahan ditampung dalam sebuah wadah dan didinginkan agar uap mengkristal.Metoda ini dimanfaatkan untuk pemurnian kristal iod dan kamfer. Kamfer atau iod akan menguap sedangkan partikel pegotor akan tersisa, sehingga kamfer akan bersih dari pengotor.
Kristal yang mengandung iod dan kotoran dipanaskan sehingga menyublim.Uap iod yang tidak mengandung kotoran membeku kembali pada bagian tutup yang kemudian didinginkan dengan memberi pecahan es.Kotoran akan tertinggal dibagian bawah.
Gambar Sublimasi Campuran iodin dan pasir
2.2.7 Adsorbsi
Adsorbsi merupakan metode pemisahan untuk membersihkan suatu bahan dari pengotornya dengan cara penarikan bahan pengadsorbsi secara kuat sehingga menempel pada permukaan bahan pengadsorbsi. Penggunaan metode ini dipakai untuk memurnikan air dari kotoran renik atau mikroorganisme, memutihkan gula yang berwarna coklat karena terdapat kotoran.

Ø  Ekstraksi Cara Dingin
1.      Maserasi,adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada suhu kamar.
2.    Perkolasi,adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi pelarut.

1.                  Maserasi
Salah satu metode ektraksi yang dapat digunakan adalah maserasi, maserasi adalah Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-lain. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air etanol atau pelarut lain. Bila cairan penyari di gunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat di tambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian. Pada penyarian dengan cara maserasi, perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan di perlukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di luar sel.
Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu di biarkan selama waktu tertentu. Waktu tersebut di perlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan tetapi ikut terlarut dalam cairan penyari seperti malam dan lain-lain.
2.                  Perkolasi
Perkolasi merupakan penyaringan yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia. Prinsip kerjanya serbuk simplisia ditempatkan dalam ejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, kemudian cairan penyairan dialirkan dari atas ke bawah hingga zat penyari tersebut  melarutkan zat aktif di dalam simplisia atau sampel sampai keadaaan jenuh.
Keuntungan dari perkolasi ini, aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi dan ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiker tersebut maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, hingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi. Kelemahannya perkolasi ini harus menggunakan banyak pelarut dan juga hasil yang didapatkan tidak maksimal.
Prinsip dari perkolasi ini yaitu penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan.







BAB III
TEORI DAN MEKANISME KERJA


3.1              Rencana Penyelesaian

            Untuk mengetahui adanya senyawa tanin dalam daun Belimbing Wuluh maka dilakukan teknik pemisahan. Proses pemisahan  ini melalui skrining fitokimia melalui metode KLT. Pertama yaitu melakukan proses ekstraksi padat- cair yaitu maserasi dengan pelarut aseton air, dan dilanjutkan dengan ekstraksi cair- cair dengan corong pemisah. Hasil ekstrak akan diketahui kandungan senyawa taninnya melalui metode KLT. Dengan cara menotolkan ekstrak pada plat silica gel dengan eluen n- Butanol : Asam asetat : air. Hasil rf yang dihasilkan akan menunjukkan senyawa tanin yang terpisah.

3.2       Ekstraksi Cair- cair
Ektraksi adalah salah satu proses pemisahan atau pemurnian suatu senyawa dari campurannya.
1.                  Ektraksi cair-cair
Ektraksi solven dilakukan untuk mendapatkan senyawa dalam campuran fase cair dengan pelarut cair. Prinsip kerjanya adalah pemisahan senyawa yang mempunyai perbedaan kelarutan pada  pelarut yang berbeda.
Ektraksi ini sangat dipengaruhi oleh luas kontak perpindahan massa.
banyak sekali digunakan pada pabrik2 kimia, pemurnian limbah, pembuatan pupuk SNN (Super Natural Nutrition) atau pupuk cair organik, pemurnian minyak atsiri dsb alat dapat dipakai corong pemisah
Jika ektraksi cair-cair adalah cairan dengan solven cair , sedangkan Ektraksi padat-cair dilakukan bila anda ingin memisahkan komponen dalam bentuk campuran padat dengan menggunakan pelarut cair. alat yang biasa dipakai adalah ektraktor soxhlet yang merupakan ekstraktor kontinue. Lemak esensial adalah sebutan dari lemak /asam lemak yang tidak dapat/ tak mecukupi diproduksi sendiri oleh makluk hidup untuk memenuhi kebutuhannya. Contoh asam lemak esensial antara lain adalah termasuk golongan asam lemak tak jenuh : kelompok asam lemak Omega-3 ( asam alfa-linolenat, EPA, DHA), asam lemak Omega-6 ( asam linoleat)

3.3              Ekstraksi Padat Cair
Pada ekstraksi padat-cair dengan bantuan pelarut. Ekstrak yang akan dipisahkan, berbentuk padat diuapkan atau cair, dapat terkurung dalam bahan ekstraksi atau berada dalam sel-sel (khususnya pada bahan-bahari nabati dan hewani). Dalam keadaan-keadaan tersebut, satu atau beberapa kornponen yang dapat larut dipisalikan dari bahan padat bahan ekstraksi bukan merupakan substansi yang homogen,melainkan berpori dan berkapiler banyak.
Pada ekstraksi, yaitu ketika bahan ekstraksi dicampur dengan pelarut,maka pelarut menembus kapiler-kapiler dalam bahan padat dan melarutkan ekstrak. Larutan ekstrak dengan konsentrasi yang tinggi terbentuk di bagian dalam bahan ekstraksi. Dengan cara difusi akan tedadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan tersebut dengan larutan di luar bahan padat.

3.3.1 Pemisahan Padat – cair ( Maserasi )
Salah satu metode ektraksi  adalah maserasi, maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-lain. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air etanol atau pelarut lain. Bila cairan penyari di gunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat di tambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian.
Pada penyarian dengan cara maserasi, perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan di perlukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di luar sel.
Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu di biarkan selama waktu tertentu. Waktu tersebut di perlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan tetapi ikut terlarut dalam cairan penyari seperti malam dan lain-lain.
Beberapa keuntungan dan kerugian metode maserasi  adalah :
1.      Pengerjaan dan  peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diperoleh maseratnya
2.      Dapat digunakan untuk zat yang tahan dan tidak tahan pemanasan.
3.      Cairan penyari yang digunakan lebih bervariasi dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya karena dapat menggunakan air, air-etanol, atau etanol saja.
4.      Alat dan cara yang digunakan sederhana
5.      Pada metode maserasi banyak menghabiskan cairan penyari
6.      Waktu yang dibutuhkan pada metode maserasi cukup lama
Pemilihan pelarut ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa factor :
-          adanya selektifitas yaitu pelarut hanya melarutkan ekstrak yang diinginkan dan bukan komponen lain dari bahan ekstraksi.
-          pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar.
-          pelarut memiliki kemampuan tidak saling bercampur dalam bahan ekstraksi.
-          pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Selain itu pelarut sedapat mungkin murah, tidak beracun, tidak dapat terbakar, tidak korosif, stabil secara kimia dan termis.
Pemilihan pelarut etanol dipertimbangkan sebagai penyari dikarnakan etanol lebih selektif,  kapang dan kuman sulit tubuh dalam etanol 20 % keatas, tidak beracun, netral, absorbsi baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan.
Etanol dapat melarutkan alkaloida basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil. Untuk meningkatkan penyarian biasanya digunakan campuran antara etanol dan air. Perbandingan jumlah etanol dan air tergantung pada bahan yang akan disari.
Gambar Proses Ekstraksi Maserasi

3.4       Skrining Fitokimia
            Untuk menelusuri tumbuhan dan senyawa kandungan dari bahan alami yang memiliki aktifitas biologi dapat digunakan dengan skrining fitokimia . Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah, biji), terutama kandungan metabolit sekunder yang bioaktif, yaitu alkaloid, antrakinon, flavonoid, glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid dan triterpenoid), tanin (polifenolat), minyak atsiri (terpenoid), iridoid, dan sebagainya. ( Wikipedia )
Adapun tujuan utama dari pendekatan skrining fitokimia adalah untuk mensurvei tumbuhan untuk mendapatkan kandungan bioaktif atau kandungan yang berguna untuk pengobatan. Metode yang digunakan untuk melakukan skrining fitokimia harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain :
o        sederhana,
o        cepat,
o        dirancang untuk peralatan minimal,
o        bersifat selektif untuk golongan senyawa yang dipelajari,
o        bersifat semi kuantitatif sebegitu jauh dapat diketahui batas terendah dari golongan
o        senyawa yang dipelajari,
o        dapat memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya senyawa tertentu dari
o        golongan senyawa yang dipelajari. ( wikipedia )

3.4.1        Metode KLT
            Kromatografi lapis tipis  adalah teknik pemisahan fisik suatu campuran berdasarkan perbedaan pola migrasi masing - masing komponen dengan menggunakan eluen atau pelarut yang sesuai dengan sample sebagai fase gerak dan lapis tipis sebagai fase diam.
Kromatografi Lapis tipis yang dapat dipakai dalam kromatografi lapis tipis diantaranya silica gel, alumunium, serbuk selulosa, serbuk polimis, dll.
Kromatografi lapis tipis termasuk adsorbs, karena bertindak sebagai fase diam adalah silica gel dan yang bertindak sebagai fase gerak adalah eluen. Plastic atau plat alumunium bias digunakan sebagai penyangga.
Beberapa teknik pemisahan komponen dalam suatu campuran menggunakan kromatografi lapis tipis diantaranya adalah identifikasi penyusun komponen pigmen hijau daun.
KLT merupakan metode pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan distribusi dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. KLT analitik ini digunakan untuk mencari eluen terbaik dari beberapa eluen yang baik dalam pemisahan senyawa tanin.
Skrining  dapat dilakukan dengan metode KLT karena KLT mempunyai beberapa kelebihan dibanding kromatografi kertas yaitu dapat menghasilkan pemisahan yang lebih sempurna, kepekaan yang lebih tinggi dan dilaksanakan hanya dlam beberapa menit. Metode ini dapat memakai pereaksi korosif, dapat juga dipakai senyawa senyawa hidrofob.
3.4.1.1 Eluen
Eluen yang terbaik untuk pemisahan senyawa tanin dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) analitik adalah eluen n-butanol : asam asetat : air dengan perbandingan (4:1:5), hal ini dapat dilihat dengan adanya noda yang terpisah dengan baik dan jumlah noda paling banyak yaitu 3 noda ( Penelitian Elok Kamilah Hayati, dkk UIN Malang).
Kepolaran fasa diam dan fasa gerak hampir sama, tetapi masih lebih polar fasa gerak. Karena dari komposisi eluen tersebut bersifat sangat polar sehingga senyawa tanin yang dipisahkan terangkat mengikuti aliran eluen, karena senyawa tanin bersifat polar.
3.4.1.2 Chamber
Chamber adalah alat atau preparat yang digunakan sebagai wadah eluen, sekaligus media dalam skrining fitokimia metode KLT.

3.4.2  Identifikasi senyawa tannin pada KLT
Dalam identifikasi menggunakan metode skrining langkah awal adalah mengekstraksi daun belimbing wuluh sehingga diperoleh filtrat yang bebas dari lemak atau pengotor. Setelah itu dilanjutkan dengan metode KLT. KLT dapat digunakan untuk memisahkan Komponen suatu zat yaitu komponen atau kandungan kimia yang terdapat pada daun belimbing wuluh
Eluen yang baik adalah eluen yang bisa memisahkan senyawa dalam jumlah yang banyak ditandai dengan munculnya noda. Noda yang terbentuk tidak berekor dan jarak antara noda satu dengan yang lainnya jelas. Noda yang dihasilkan selanjutnya diamati di bawah sinarlampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366nm.
3.4.2.1  Proses mengidentifikasian senyawa tanin pada skrinign Fitokimia dengan metode KLT
Ilustrasi noda hasil KLTA ekstrak daun belimbing wuluh dengan eluen BAA (4:1:5) dengan sinar UV 254 dan 366 nm. Harga Rf dan warna noda hasil KLTA eluen terbaik n-butanol : asam asetat : air (BAA) (4:1:5) dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Noda Nilai Rf hasil percobaan :
1. 0,53 Coklat kehijauan Coklat kehijauan
2. 0,61 Hijau Ungu kemerahan
3. 0,68 - Ungu kemerahan
4. Lembayung
            Pemisahan dengan KLT analitik menghasilkan harga Rf dari noda pertama sebesar 0,53 yang diduga senyawa antosianidin. Noda kedua dan ketiga dengan harga Rf 0,61 dan 0,68 diduga senyawa tanin terkondensasi.
Bila tedapat warna lembayung pada sample yang diuji melalui KLT, dipastikan sampel tersebut terdapat senyawa tanin (Harborne, 1987). Sedangkan noda yang memiliki Rf 0,53 dan warna Coklat kehijauan, Rf 0,61 Hijau Ungu kemerahan, Rf 0,68 - Ungu kemerahan, (penelitian Elok KamilahHayati, A. Ghanaim Fasyah, dan Lailis Sa’adahJurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang). Dari ketiga noda yang ada maka noda yang kedua adalah noda yang diduga senyawa tanin, yang memiliki harga Rf sebesar 0,61 dan warna noda saat disinari dengan lampu UV 366 berwarna lembayung. Hal ini diperkuat oleh Harborne bahwa tanin dapat dideteksi dengan sinar UV pendek berupa noda yang berwarna lembayung. Selain didukung dengan Rf dari ekstrak tanaman mimosa (memiliki kadar tanin yang tinggi) yang dieluasi dengan eluen yang sama dengan harga Rf sebesar 0,62. (JURNAL KIMIA 4 (2), JULI 2010 : 193-20 ) 
Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika pada sample yaitu daun belimbing wuluh bila terdapat senyawa tanin didalamnya, diidentifikasi dengan metode KLT akan menunjukkan warna lembayung. Dimana senyawa tanin yang terdapat dalam daun belimbing wuluh ini berkhasiat sebagai obat diare dan pengawet alami.












BAB IV
KASUS


4.1              Daun Belimbing Wuluh

Pada kenyataan yang terjadi saat ini sebagian besar masyarakat mengkonsumsi suatu tanaman obat untuk mengobati satu penyakit. Mereka tidak mengetahui bahwa kandungan pada satu tanaman obat lebih dari satu khasiat. Salah satu tanaman obat yang sering digunakan oleh masyarakat, terutama masyarakat pedesaan menggunakan daun belimbing wuluh untuk mengatasi beberapa penyakit seperti sariawan, sakit gigi, jerawat, dll.
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional. Tanaman ini banyak dimanfaatkan mengatasi berbagai penyakit seperti batuk, diabetes, rematik, gondongan, sariawan, sakit gigi, gusi berdarah, jerawat, diare sampai tekanan darah tinggi. Ekstrak daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin, triterpenoid dan tanin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak dari daun belimbing wuluh mengandung senyawa tanin. Bahan aktif pada daun belimbing wuluh yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah tanin yaitu berkhasiat sebagai obat diare dan pengawet alami. Senyawa tanin tersebut dapat dipisahkan melaui beberapa
Maka dari itu penulis ingin mengetahui kandungan tanin yang terdapat pada daun belimbing wuluh. Cara untuk mengidentifikasi kandungan tanin dalam daun belimbing wuluh adalah menggunakan Teknik pemisahan melalui skrining fitokimia dengan metode Kromatografi Lapis Tipis.

4.2  Senyawa Tanin

Bahan aktif pada daun belimbing wuluh yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah tanin. Tanin merupakan suatu senyawa fenol yang memiliki berat molekul besar yang terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa gugus yang bersangkutan seperti karboksil untuk membentuk kompleks kuat yang efektif dengan protein dan beberapa makromolekul.
Tanin terdiri dari dua jenis yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Kedua jenis tanin ini terdapat dalam tumbuhan, tetapi yang paling dominan terdapat dalam tanaman adalah tanin terkondensasi. Kadar tanin yang tinggi pada daun belimbing wuluh muda sebesar 10,92%. Secara kualitatif pengujian fitokimia senyawa tanin terhadap esktrak aseton-air (7:3) daun belimbing wuluh dengan reagen FeCl3, gelatin dan campuran formalin : HCl menunjukan adanya golongan senyawa tanin. Ekstrak tanin pada daun belimbing wuluh mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli , Staphylococcus aureus, Pseudomonas fluorescensdan Micrococcus luteus. Adanya potensi aktif terhadap beberapa bakteri dapat dimanfaatkan sebagai obat diare dan pengawet alami.
Tanin merupakan senyawa polifenol yang berarti termasuk dalam senyawafenolik. Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yangtak larut dalam air. Terdapat 2 jenis utama tanin yaitu tanin terkondensasi,tersebar pada paku-pakuan, angiospermae dan gymnospermae, dan tanin terhidrolisis, terdapat pada tumbuhan berkeping dua. Tanin dapat dideteksi dengan sinar UV pendek berupa bercak lembayung yang bereaksi positif dengan setiap pereaksi fenol baku. Elagitanin (tanin terhidrolisis) bereaksi khas dengan
asam nitrit (NaNO2 ditambah dengan asam asetat) membentuk warna merah cerah yang kian lama berubah menjadi biru indigo (Harborne, 1987).
Tanin dapat diisolasi dari daun belimbing wuluh menggunakan metode maserasi, sedangan salah satu cara untuk memisahkan senyawa tannin adalah dengan kromatografi lapis tipis preparatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis senyawa tanin yang terdapat dalam daun belimbing wuluh.






BAB V
PERSIAPAN PENYELESAIAN


5.1              Alat praktikum
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.         Beaker Glass
2.         Cawan
3.         Mortir
4.         Corong pemisah
5.         Erlenmeyer
6.         Batang pengaduk
7.         Pipet
8.         Vacum rotary evaporator
9.         Lampu UV (254 dan 366 nmm)
10.     Lidi
11.     Pipa kapiler
12.     Botol tidak tembus cahaya
13.     Kertas saring
14.     Corong Gelas
15.     Kaki tiga
16.     Lampu spritus
17.     Kasa
18.     Klem
19.     Statif

5.2              Bahan Praktikum
                               Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.         Etanol
2.         Aquadest
3.         Kloroform
4.         Etil asetat
5.         Asam Asetat
6.         n-butanol
7.         Plat KLT Silika (G60 F254.)


5.3              Prosedur Praktikum
5.3.1         Prosedur pembuatan sample
1.      Timbang kurang lebih 10 g daun belimbing wuluh segar dan dirajang halus
2.      kemudian direndam dengan 150 ml pelarut aseton : air (7:3) selama 3-5 hari
3.      diekstraksi dengan kloroform 38 ml menggunakan corong pisah sehingga terbentuk 2 lapisan
4.      Lapisan kloroform (bawah) dipisahkan dan lapisan air yang diatas diekstraksi dengan etil asetat  10 mL dan terbentuk 2 lapisan
5.      Lapisan etil asetat 1 (atas) dipisahkan dan lapisan air 2 (bawah) dipekatkan dengan vacum rotary evaporator
5.3.2        Prosedur pembuatan Eluen
1.        Mencampurkan n-butanol, asam asetat,  air dengan perbandingan 4:1:5 dalam beaker glass dan diaduk sampai larut.( 16 ml ; 4 ml ; 20 ml )
5.3.3        Prosedur Skrining Fitokimia daun belimbing wuluh dengan metode KLT
1.      Disiapkan plat silika G 60 F254 dengan ukuran 5 cm x 10 cm.
2.      Hasil ekstrak kemudian ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1 cm dari garis bawah dan 1 cm dari garis tepi.
3.      Selanjutnya dieluasi dalam chamber yang berisi eluen n-butanol :asam asetat : air (BAA) (4:1:5) yang memberikan pemisahan terbaik pada KLT analitik
4.      Setelah gerakan larutan pengembang sampai pada garis batas, elusi dihentikan.
5.      Kemudian noda-noda diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
6.      Noda yang terbentuk masing-masing diukur nilai Rf nya.
5.4              Diagaram alir Proses Skrining Fitokimia Metode KLT pada daun Belimbing Wuluh

5.4.1  Diagram Alir Proses Pembuatan Ekstrak Daun Belimbing wuluh

ditimbang kurang lebih 10 g sampel segar
 


direndam dengan 150 ml pelarut
( etanol : air (7:3)  + 3 mL asam askorbat 10 mM ) selama 3-5 hari
Lapisan atas (dibuang)
                                                  Lapisan atas diekstraksi       
diekstraksi                                 dengan etil asetat 10 mL              Lapisan bawah
dengan kloroform 38 ml          Lapisan bawah (dibuang)               dipekatkan di vacum rotary evaporator
                                                                                                        ( Ekstrak daun blimbing wuluh)


5.4.2  Diagram Alir Pembuatan Eluen

n- butanol : Asam Asetat : Air
          4     :       1            :  5


Dicampur, diaduk hingga larut
Butanol 16 ml, Asam asetat 4 ml, Air 20 ml



5.4.3 Diagram Skrining Fitokimia daun belimbing wuluh dengan metode KLT

Disiapkan plat silika G 60 F254 dengan ukuran 6.5 cm x 13 cm
 


ekstrak ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1 cm
dari garis bawah dan 1 cm dari garis tepi
 


Selanjutnya dieluasi dalam chamber yang berisi eluen
 


Setelah gerakan larutan pengembang sampai pada garis batas,
elusi dihentikan.
 


Kemudian noda-noda diperiksa
di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm
 


Noda yang terbentuk masing-masing diukur nilai Rf nya.












Gambar Kerja Proses Skring Fitokimia metode KLT



BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN


6.1              Hasil
6.1.1        Hasil praktik yang dilakukan
Hasil penelitian yang bertujuan mengetahui adanya senyawa tanin pada daun belimbing wuluh melalui skrining fitokimia melalui metode KLT diperoleh hasil sebagai berikut :
Hasil Kromatogram sebagai berikut

            Pada saat disinari dengan UV terbentuk 2 noda berwarna ungu (lembayung) yang berekor. Dari hasil yang kami peroleh Nilai Rf pertama panjang noda menunjukkan 6,5 cm. Dapat disimpulkan panjang rf yang diperoleh dibagi panjang palt silica gel mejadi 6,5/ 11 = 0,59. Sedangkan Nilai Rf kedua menujukkan 5,7 cm . Dapat disimpulkan panjang Rf yang diperoleh dibagi panjang plat silica gel menjadi 5,7 / 11 = 0,52
6.1.2 Hasil prosedur kerja

6.2              Pembahasan
Pada hasil praktikum ditemukan noda yang berekor dan tidak beraturan sehingga sulit dihitung Rfnya. Seharusnya noda tanin yang baik adalah noda yang tidak berekor. Noda yang tidak berekor bertujuan untuk menunjukkan bahwa senyawa yang dihasilkan terpisah dengan baik dan teruluasi dengan sempurna, sehingga dapat teridentifikasi dengan mudah. Kemungkinan kesalahan- kesalahan yang menyebabkan hasil sulit diamati antara lain :
1.      Ekstrak
Ekstrak yang diperoleh terlalu gosong. Karena ekstrak yang diperoleh terlalu gosong maka hasil yang diperoleh terlalu sedikit yang dapat menyulitkan pada proses penotolan. Karena totolan yang sedikit sedikit hasil noda pun sulit untuk dipisahkan. Kesalahan ini karena kelalaian dalam proses pemekatan, oleh sebab itu dalam proses pemekatan harus selalu diperhatikan.
2.      Komposisi Eluen
Dalam  proses pembuatan eluen harus diperhatikan ukuran komposisi yang harus dicampurkan. Agar memperoleh perbandingan yang sesuai dan tepat karena eluen berpengaruh dalam cepat atau lambatnya proses eluasi. Maka dari itu dalam penetapan komposisi eluen perlu uji pendahuluan pembuatan eluen terlebih dahulu.
3.      Keadaan Plat silica
Plat silica gel yang digunakan dalam Proses KLT seharusnya sudah benar benar kering di oven dalam evaporator  suhu 105 derajat selama 15 – 30 menit. Karena bila plat silica tidak memenuhi syarat tersebut dikhawatirka plat masih mengandung air yang berpengaruh dalam proses eluasi.
Praktikum yang dilakukan memperoleh hasil yang tidak maksimal. Adapun factor – faktor yang mempengaruhi adalah ekstrak sampel yang terlau pekat ( gosong ) dan  plat silica yang masih mengandung air karena oven yang masih dalam perbaikan. Sehingga setelah dilihat pada sinar UV noda yang dihasilkan berekor dan tidak beraturan. Noda yang berekor tersebut berakibat negative yaitu sulit untuk diamati, tapi noda tersebut sudah menunjukkan adanya senyawa tanin karena warna yang ditunjukkan pada noda adalah warna  lembayung ( ungu) sesuai dengan literatir yang diperoleh.
Pada saat disinari dengan UV terbentuk 2 noda berwarna ungu (lembayung) yang berekor. Dari hasil yang kami peroleh Nilai Rf pertama panjang noda menunjukkan 6,5 cm. Dapat disimpulkan panjang rf yang diperoleh dibagi panjang palt silica gel menjadi 6,5/ 11 = 0,59. Sedangkan Nilai Rf kedua menujukkan 5,7 cm . Dapat disimpulkan panjang Rf yang diperoleh dibagi panjang plat silica gel menjadi 5,7 / 11 = 0,52 . Dari data tersebut disimpulkan nilai Rf pertama menujukkan adanya senyawa tanin, karena menurut penelitian sebelumnya nilai Rf yang menunjukkan adanya senyawa tanin adalah nilaf Rf yang mencapai 0,62. Nilai Rf pertama mendekati nilai Rf standart yang dicapai peneliti sebelumnya juga  menurut Buku Harborn.






BAB VII
PENUTUP


7.1  Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1.        Kita dapat mengetahui adanya senyawa tanin dalam daun belimbing wuluh melalui skrining fitokimia melalui metode KLT.
2.        Hasil uji pada KLT adanya senyawa tanin ditunjukkan dengan adanya warna ungu ( lembayung ) pada plat silica gel
3.        Dari warna lembayung  terdapat dua nilai rf yang diambil, panjang noda pertama menunjukkan 6,5 cm disimpulkan nilai Rfnya 0,59. Dan panjang noda kedua menunjukkan 5,7 cm disimpulkan nilai Rfnya 0,52.
4.        Dari dua noda tersebut nilai Rf pertama yang membuktikan bahwa ada senyawa tanin dalam daun belimbing wuluh. Karena nilai Rfnya mendekati
nilai Rf yang memenuhi standart.

7.2  Saran
1.        Dalam melakukan proses maserasi sebaiknya tidak lebih dari 5 hari, untuk menghindari pembusukan sampel
2.        Dalam melakukan proses pemisahan pada corong pemisah, sebaiknya alat- alat yang digunakan diteliti terlebih dahulu ( di cek ) untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
3.        Dalam proses pemekatan sampel, sebaikya diperhatikan dan tidak boleh lalai, agar sampel yang dihasilkan tidak terlalu pekat ( gosong )
4.        Dalam proses KLT, sebelum ekstrak ditotolkan pada plat silica gel , dipastikan Plat silica gel sudah benar- benar kering tidak mengadung air, dioven pada suhu 105 derajat selama 15 – 30 menit.
5.        Dalam proses KLT, sebelum plat silica yang sudah ada totolannya dimasukkan dalam chamber dipastikan eluen sudah dalam keadaan jenuh, yang bertujuan untuk mempercepat proses eluasi.

DAFTAR RUJUKAN



Tanin Ekstrak Daun Blimbing Wuluh(Averrhoa Billimbi L) Sebagai PengawetAlami, Penelitian Kompetitif Depag.Malang, UIN, Malang


Lidyawati, et al., 2006, Karakterisasi Simplisia dan Daun Belimbing Wuluh (Averrhoabilimbi L.). http://bahan-alam.fa.itb.ac.id.,

Ummah Mk., Ekstraksi Dan Pengujian Aktivitas Antibakteri Senyawa Tanin Pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) (Kajian Variasi Pelarut), Skripsi, Kimia UIN Malang

JURNAL KIMIA 4 (2), JULI 2010 : 193-20
  

1 komentar: